Koperasi Indonesia dalam era
globalisasi ini memiliki berbagai tantangan tersendiri dalam bertumbuh dan
berkembang, baik dalam proses di dalamnya (dalam negeri sendiri) dan proses di
luar (di dunia global), karena tidak dapat dipungkiri dalam negeri juga menjadi
factor kunci dalam tumbuh kembang koperasi Indonesia, faktor-faktor dari
antusias masyrakat terhadap koperasi, kebijakan pemerintah, dsb menjadi factor yang
perlu dilakukan sebagai landasan sebelum koperasi unjuk gigi di pentas dunia
Peluang Dan Tantangan Koperasi Di Era Globalisasi
Agar koperasi dapat eksis dalam era globalisasi perlu menempuh empat
langkah. Pertama, harus dapat merestrukturasi hambatan internal dengan
mengikis segala konflik yang ada. Kedua, pembenahan manajerial, ketiga,
startegi integrasi ke luar dan ke dalam. Keempat, peningkatan efisiensi
dalam proses produksi dan distribusi.
Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam perekonomian nasional dan
internasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri menjadi salah
satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi
lainnya.
Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relative berat, karena kalau
tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam persaingan
yang makin menggelobal. Kalau kita lihat ciri-ciri globalisasi dimana
pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku
ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan bagi suatu
negara untuk memanjakan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak
efisien dan kompetitif.
Langkah-langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
Masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otono,
namun padat teknologi. Sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi
kesempatan untuk berperan labih banyak.
Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tiadak
ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak
suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi
ternyata dapat memberi laba financial, semua pihak akan turut menikmati laba
tersebut.
Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi baik internal
maupun eksternal. Langkah pembenahan koperasi, Pertama-tama harus dapat
merestrukturisasi hambatan internal, dengan meminimalisir segala konflik yang
ada. Menumbuhkan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan anggota koperasi.
Kedua, memperbaiki manajerial. Manajemen koperasi dimasa yang akan
datang menghendaki pengarahan focus terhadap pasar, sistem pencatatan keuangan
yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang.
Ketiga, kerjasama antar koperasi maupun kerjasama dengan pelaku
lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Koperasi dituntut untuk
menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan
distribusi dapat memenuhi syarat-syarat penghemat biaya, pemanfaatan modal,
keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerja. Menurut Indra
Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istilah the bigger
is better dengan small is beautiful.
Menghadapi Pasar Global
Setelah 67 tahun Indonesia merdeka, bagaimana perkembangan dan peran
koperasi Indonesia ? Ada dua pendapat. Pertama, kondisi dan perkembangan serta
peran koperasi Indonesia masih memprihatinkan. Kedua, keberadaan koperasi
sungguh membantu perekonomian Indonesia dan perkembangannya juga selalu naik.
Pakar Koperasi dan Ekonomi, Bernhard Limbong, menyatakan, kondisi koperasi di
Indonesia sampai tahun 2011 cukup memperihatinkan. Sebanyak 27 persen dari
177.000 koperasi yang ada di Indonesia atau sekitar 48.000 koperasi tidak
aktif.
Menurut Limbong, secara de facto, sosok peran koperasi masih jauh panggang
dari api. Kedudukan koperasi terstruktur dalam posisi yang marginal dan
terkungkung dalam masalah internal yang melemahkan. Komitmen amanat Pasal 33
UUD 1945, belum berhasil menciptakan fondasi dan bangunan keekonomian koperasi
yang kokoh dan berketahanan.
Sebagai badan usaha, koperasi dicitrakan gagal memenuhi harapan masyarakat
luas, yaitu entitas bisnis yang menguntungkan. Sebagai gerakkan ekonomi rakyat,
koperasi dianggap gagal menjadi actor sentral demokrasi ekonomi.
Menurut Limbong, secara eksternal, pesatnya pengaruh globalisasi pasar bebas
ekonomi dunia telah menggiring perekonomian Indonesia ke arus kapitalisme yang
menggurita, dan pada gilirannya kian menyulitkan posisi dan peran koperasi di
zona ekonomi negeri ini.
Sementara peran strategis negara untuk mewujudkan ideologi ekonomi berbasis
koperasi tidak secara nyata dan signifikan memberikan hak sosial ekonomi rakyat
berupa kemakmuran.
“Hal itu terutama akibat koordinasi dan komitmen yang lemah pada tataran
implementasi peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah dan keputusan
menteri, dan kebijakan-kebijakan teknis operasional,” kata Limbong.
Sementara secara internal, lambannya perkembangan serta pergerakan koperasi
di Indonesia disebabkan sejumlah faktor internal koperasi itu sendiri, seperti
modal usaha dan lapangan usaha terbatas. Dampkanya, sebagian koperasi hanya
mengelola satu jenis usaha, dan sifatnya temporer, serta monoton.
Selain itu, kurangnya tenaga professional, bahkan sebagian masyarakat enggan
masuk sebagai pengelola koperasi karena dinilai tidak menjanjikan masa depan.
Permasalahan lainnya adalah kepastian usaha, segmentasi pasar, dan daya
dukung organisasi yang sangat lemah. Percepatan usaha yang dimiliki berjalan
lamban, dan kurang mampu bersaing di pasar, baik pasar lokal, regional, dan
nasional apalagi pasar internasional.
Sebaliknya pendapat kedua seperti Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan,
menegaskan, 67 tahun setelah koperasi ditetapkan sebagai soko guru perekonomian
nasional, koperasi terus berkembang dan memberikan kontribusi nyata bagi
perekonomian nasional kita.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM pada 2013 menampilkan ada 194.925
unit koperasi di Indonesia, termasuk di dalamnya 1.472 unit koperasi nelayan
yang tersebar di 23 provinsi. Dengan jumlah anggota mencapai 33,6 juta orang.
Setiap tahunnya, pertumbuhan koperasi ini mencapai tujuh sampai delapan persen.
Mayoritas koperasi yang beroperasi adalah simpan pinjam.
Dari data tersebut, Syarief berkeyakinan kuat bahwa koperasi akan makin
tumbuh dan berkembang pada tahun-tahun mendatang dan pada gilirannya akan ikut
berperan penting dalam mencapai pertumbuhan dan pemeratan ekonomi 7,7 persen,
pengurangan angka kemiskinan menjadi 8-10 persen, dan pengurangan angka
pengangguran mencapai 5 – 6 persen pada tahun 2014.
Syarief tidak berlebihan, pengalaman sejak krisis ekonomi sejak tahun 1998
menunjukan koperasi bersama UMKM memiliki kemampuan berakselarasi dan berdaya
tahan tinggi. Sebanyak 58 persen Produk Domestik Bruto (PDB) disumbangkan dari
sektor koperasi dan UMKM. Dari sektor koperasi pula Indonesia bisa menjaring
pengusaha. Ini penting karena rasio pengusaha di negara ini masih minim.
Selain itu, koperasi dan UMKM menjadi penyerap tenaga kerja yang sangat
potensial larena proses produksi yang dilakukan Kementerian biasanya bersifat padat
karya dan sangat adaptif terhadap lingkungan yang berubah.
Sementara pakar manajemen dan koperasi,Thoby Mutis, sebagaimana dikutip
Limbong dalam bukunya, Pengusaha Koperasi: Memperkokoh Fondasi Ekonomi Rakyat,
2010, mengatakan, dua hal yang perlu mendapat perhatian para pelaku usaha
koperasi adalah terus menelorkan terobosan-terobosa kreatif dan inovatif dalam
mengembangkan bisnis. Ini penting agar koperasi bisa berdiri sejajar dengan
badan usaha swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Thoby Mutis menghimbau para profesional koperasi untuk mencari relevansi
manajemen koperasi dengan perkembangan manajemen modern kontemporer yang
diterapkan di lembaga ekonomi lain (swasta dan lembaga ekonomi milik negara)
agar bisnis koperasi mampu memicu efisiensi teknis ekonomis dan sekaligus
sosial.
Kedua, bertekat kuat menerapkan manajemen profesional dalam menjalankan
bisnis koperasi yang ditandai dengan beberapa strategi, yakni berani merekrut
tenaga-tenaga profesional hebat dengan gaji besar, mengembangkan keahlian para
pengurus dan manajemen pengelola koperasi, menyiapkan dana khusus untuk
melakukan riset, kegiatan public relation, dan memperluas kemitraan dan
seterusnya.
Sampai saat ini dan kedepan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi
dan UKM, terus melakukan kegiatan untuk menumbuhkembangkan koperasi. Salah
satunya melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Lembaga ini sangat siap membantu dunia perkoperasian dan para pelaku UKM.
Sejak berdiri tahun 2006, LPDB sudah memberikan modal kepada 1.600 koperasi.
Sebanyak 1.600 koperasi ini kalau hitung-hitung matematis, kalau satu koperasi
mempunyai 1.000 UKM, kalau 1 UKM mempunyai tenaga kerja tiga orang, sudah
15.000 tenaga kerja. Jadi LPDB itu menciptakan lapangan kerja.
Menurut Agus Muharam, sejak tahun 2010, Kementerian Koperasi dan UKM
menggagas program Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop). Ada tiga tujuan
yang ingin dicapai dalam gerakan ini, yakni mengajak sebanyak-banyak masyarakat
Indonesia untuk berkoperasi, membenahi koperasi-koperasi yang ada untuk
berkoperasi sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi, lalu membangun koperasi
berskala besar yang memiliki daya saing di tingkat nasional dan internasional.
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai Februari 2012, pengangguran
terbuka di Indonesia mencapai 6,32 persen atau 7,61 juta orang. Sementara
berdasarkan data terbaru dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden di Indonesia pada tahun
2012 hingga 2013 yang mencapai angka 96 juta jiwa.
Semoga dengan gencarnya pemerintah melakukan Gemaskop, maka semakin banyak
orang bergabung atau membentuk koperasi terutama para penganggur dan
orang-orang miskin ini. Kalau demikian, maka koperasi benar-benar membuat Indonesia
Jaya.
Referensi:
http://eprints.undip.ac.id/13998/1/Eksistensi_Koperasi_Peluang_dan_Tantangan_Di_Era_Pasr_Global….Purbayu_Budi_Santosa_%28OK%29.pdf