Monday, 11 May 2015

Tugas Softskill II: Aspek Hukum dalam Ekonomi



  1. Hubungan hukum dagang dan hukum perdata 
Secara umum dapat dikatakan bahwa KUHperdata dan KUHD merupakan swatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. KUHper merupakan Hukum perdata umum sedangkan KUHD merupakan hukum perdata khusus ,maka hubungan kedua ini berlaku adegium “ Lex specialis derogat lex generali ( hukum khusus menyampingkan hukum umum ) , adegium ini dirumuskan dalam UU sebagaimana tercantum dalam pasal 1 KUHD yang berbunyi : KUHPerdata seberapajuah dan padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan berlaku juga hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.

Pasal 15 KUHD ; Segala perseroan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan yang diatur dalam KUHPer berlaku juga terhadap masalah-masalah yang tidak diatur secara khusus dalam KHUD dan sebaliknya apabila KUHD mengatur secara khusus maka ketentuan–ketentuan umum yang tidak diatur dalam KUHper tidak berlaku Hubungan antara KUHP dan KUHD sebagai hukum umum dan hukum khusus dapat dibuktikan lagi dari pasal-pasal 1319, 1339 , 1347 KUHPerdata, pasal 5, pasal 396 KUHD. Dengan demikian KHUPer dan KUHD tidak ada perbedaan asasi.

Antara KUHP dengan KUHD sebagai hukum khusus dan hukum umum yang bersifat subordinasi, lain hal dengan di negara Swiss bersifat koordinasi saling melengkapi , asas pada zivilgesetzbuch dapat dipakai dalam obligationenrech ,begitu pula sebaliknya.

Beberapa pendapat sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :
1.       Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum perdata dalam arti sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
2.       Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
3.       Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum perdata umum dan hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
4.       Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang istimewa.
5.       Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdat dan perkataan dagang bukan suatru pengertian ekonomi.

2.      Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.

Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.

Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun 1838. Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 UU Kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan UU Kepailitan mulai berlaku pada tahun 1896. (C.S.T. Kansil, 1985 : 11-14).

KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken)(H.M.N.Purwosutjipto, 1987 : 9).

Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).


3.      Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.

Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang atau pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan:
  • Pembantu di dalam perusahaan
    adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
  •  Pembantu di Luar Perusahaan
    adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.
4.      Pengusaha dan Kewajibannya
Dalam menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban, disamping itu juga memiliki hak. Berikut merupakan Hak dan Kewajiban yang dimiliki oleh seorang pengusaha.
1.       Hak Pengusaha
  • Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
  • Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
  • Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
  • Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
2.    Kewajiban Pengusaha
  • Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
  • Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
  • Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
  • Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
  • Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
  • Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek