MAKALAH BAHASA INDONESIA 2
Berpikir Deduktif dan Induktif
Disusun
Oleh :
Adi Susilo (20213191)
Hieronymus Kopong Bali (24213110)
Louis David Aror (25213033)
Madryawan Budiputro (25213213)
Muhammad Murzani (25213747)
Nabli Hasan (26213253)
Roy
Nugraha (28213109)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya
alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda
Habibillah Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus
berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa yang sangat indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang kami berjudul Berpikir Deduktif dan Induktif sebagai
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2. Dalam makalah ini kami mencoba untuk
menjelaskan tentang berpikir deduktif dan induktif.Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini
tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
Depok , 26 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB
II Pembahasan 3
2.1. Penalaran 3
2.1.1
Pengertian Pelaran 3
2.1.2 Tahap
Pelaran 4
2.1.3 Jenis
Pelaran 4
2.2 Berpikir
Induktif 9
2.2.1
Pengertian Indukif` 9
2.2.2 Bentuk
Pelaran Induktif 10
2.3 Berpikir
Deduktif 11
2.3.1
Pengertian Deduktif 11
2.3.2 Bentuk
Pelaran Deduktif 12
BAB
III Penutup 13
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Daftar Pustaka 14
Bab 1
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau
kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat
disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan
pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua
jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami
suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutn a dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian
konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci
untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal
dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran
induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara
bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian
ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika
2.
Rumusan
Masalah
·
Apakah yang dimaksud Penalaran ?
·
Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif ?
·
Apakah yang dimaskud dengan Penalaran Induktif ?
·
Ada berapa macam Penalaran Deduktif ?
·
Ada berapa macam Penalaran Induktif ?
3.
Tujuan
Penulisan
·
Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif .
·
Memahami arti Penalaran Deduktif dan Penalaran
Induktif.
·
Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif.
Bab 2
Pembahasan
1. Pengertian Penalaran
Pengertian Penalaran adalah proses berpikir yang
bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar
penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Penalaran ada dua jenisnya yaitu Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif.
Ciri-ciri
Penalaran
Secara
detail penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran yang ditimbang secara objektif dan didasarkan pada data yang sahih.
- Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu pola tertentu.
- Rasional, artinya adalah apa yang sedang di nalar merupakan suatu fakta atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara mendalam.
Tahap-tahap
Penalaran
Menurut
John Dewey, proses penalaran manusia dilakukan melalui beberapa tahap
berikut:
- Timbul rasa sulit, baik dalam bentuk adaptasi terhadap alat, sulit mengenal sifat, ataupun dalam menerangkan hal-hal yang muncul secara tiba-tiba.
- Kemudian rasa sulit tersebut diberi definisi dalam bentuk permasalahan.
- Timbul suatu kemungkinan pemecahan yang berupa reka-reka, hipotesis, inferensi atau teori.
- Ide-ide pemecahan diuraikan secara rasional melalui pembentukan implikasi dengan cara mengumpulkan bukti-bukti (data).
- Menguatkan pembuktian tentang ide-ide tersebut dan menyimpulkan melalui keterangan-keterangan ataupun percobaan-percobaan.
2. Proposisi
Proposisi
adalah istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh
dan utuh. Hal ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya, disangsikan,
disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya, proposisi adalah
pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Dalam
ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:
1.
Subyek, perkara yang disebutkan adalah terdiri dari orang, benda, tempat, atau
perkara.
2.
Predikat adalah perkara yang dinyatakan dalam subjek.
3.
Kopula adalah kata yang menghubungkan subjek dan predikat.
Contohnya
kalimat Semua manusia adalah fana. Kata semua dalam kalimat tersebut dinamakan
dengan pembilang. Kemudian kata manusia berkedudukan sebagai subyek, sedang
adalah merupakan kopula. Adapun predikat di sini diwakili oleh kata fana.
Jenis-jenis
proposisi :
1.
Bentuk
2.
Sifat
3.
Kualitas
4.
Kuantitas
1.
Bentuk
Dibagi
menjadi 2, yaitu :
–
Tunggal : kalimat yang terdiri dari 1 subjek dan 1 predikat
contoh
:
Semua
ibu menghasilkan asi
–
Majemuk : Kalimat Proporsisi yang terdiri dari 1 subjek dan lebih dari 1
predikat
contoh
:
Semua
orang yang ingin masuk surga maka harus rajin beribadah dan berbuat baik kepada
sesama
2.
Sifat
Dibagi
menjadi 3, yaitu :
–
Kategorial : proporsisi hubungan antara subjek dan predikatnya tidak ada syarat
apapun
contoh
: Semua kambing adalah herbivora.
–
Kondisional : proporsisi yang hubungannya subjek dan predikat membutuhkan
persyaratan tertentu. Biasanya diawali :jika, apabila, walaupun, seandainya
contoh
: jika susi wanita maka akan menikah dengan rudi
~kondisional
dibagi menjadi 2, yaitu :– Hipotesis yaitu dugaan yang bersifat sementara.
Contoh
: Jika susi rajin belajar maka dia akan pintar.
–
Disjungtif yaitu memiliki 2 predikat dan predikatnya alternatif.
contoh
: Wanita itu sudah menikah apa belum.
3.
Kualitas
Yang
terdiri dari :
–
Afirmatif (+) : proporsisi dimana predikatnya membenarkan subjek
contoh
: Semua kucing pasti mempunyai ekor
–
Negatif (-) : proporsisi dimana predikatnya menolak subjek
contoh
: Tidak ada kucing yang tidak memiliki ekor
4.
Kuantitas / Proporsisi Universal : proposisi yang predikatnya mendukung atau
mengingkari subjeknya
contoh
: Tidak ada satupun mahasiswa yang tidak memiliki NPM.
3. Inferensi
dan Implikasi
1. Pengertian
inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk
melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang
diinginkan oleh saorang penulis (pembicara). Inferensi atau kesimpulan
sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak
mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis.
Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran
pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama
sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi.
Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca
untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang
diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk
mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Inferensi terbagi
menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.
a.
Inferensi Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
“Bu, besok
temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju
baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa
pergi ke ulang tahun temanya.
b.
Inferensi Tidak Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B
: Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa. Inferensi yang
menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa
ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain :
A : Saya melihat ke
dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat
tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu
memiliki plafon.
2. Implikasi
Implikasi
diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah
suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab bernilai
benar DAN akibat bernilai salah. Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel
kebenaran berikut:
Tetapi kita harus
ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur
implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
“Jika lampu merah
menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
kalimat diatas
tidak akan sama dengan :
“Jika kendaraan
bermotor berhenti maka lampu merah menyala”
4. Wujud
Evidensi
Wujud evidensi
Adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya
sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan
untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan
tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun
petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Kita mungkin
mengartikannya sebagai "cara bagaimana kenyataan hadir" atau
perwujudan dari ada bagi akal". Misal Mr.A mengatakan "Dengan pasti
ada 301.614 ikan di bengawan solo", apa komentar kita ? Tentu saja kita
tidak hanya mengangguk dan mengatakan "fakta yang menarik". Kita akan
mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu saja reaksi
kita tidak dapat dilukiskan sebagai "kepastian", Tentu saja kemungkinan
untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah
menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk
menangguhkan persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin
persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan
terhadap pernyataan tersebut.
Sebaliknya, kalau
seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, "Ada tiga jendela di
dalam ruang ini," persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas.
Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang
paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud
dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu
sumber tertentu.
5. Cara
menguji data
Data dan
informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu
perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang
merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara
yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.
Observasi
2.
Kesaksian
3.
Autoritas
6. Cara
menguji fakta
Untuk menetapkan
apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus
diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama
untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu
pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari
semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan
yang akan diambil.
1.
Konsistensi
2.
Koherensi
7. Cara
menilai autoritas
Seorang penulis
yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan
kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat
saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data
eksperimental.
1. Tidak
mengandung prasangka
2. Pengalaman dan
pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan
prestise
4. Koherensi
dengan kemajuan
BERFIKIR
INDUKTIF
Induktif adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak
dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum
(W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
(Suriasumantri,2005).
Pengertian
Penalaran induktif secara umum adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan
berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang
bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan
empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang
sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan
yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal
pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang
berlaku umum.
Contoh
: Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit.
Setiap bulan ia pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan
suaminya semakin menipis untuk membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk
biya hidup sehari-hari bersama tiga orang anaknya yang masih sekolah. Anaknya
yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta,
sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh (kata kunci) berat
beban hidupnya. (Ide pokok)
Beberapa
bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut :
1.
Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan umum. Contoh
:
- Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
- Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi:
Semua bintang sinetron berparas cantik.
Pernyataan
"semua bintang sinetron berparas cantik" hanya memiliki kebenaran
probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh
kesalahannya:
Omas
juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
2.
Hipotesa dan Teori
Hipotesis
atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat
praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.
Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan
dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat
saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini
disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya
disebut teori.
Pernyataan
hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan
hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada
hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk
menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan
hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah
yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif
peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji
hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar
teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan
diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam
bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah
melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu
teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke
dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang
dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan
antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis
3.
Analogi
Analogi
adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat sama. Cara
ini didsarkan asumsi bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka
akan ada persamaan pula dalam bidang lain.
Analogi
dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya
bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana
dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada
Contoh
:
·
Pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
·
Arief seorang alumni SMUN 1 Tegal dapat diterima kerja di perusahaan Pak Subur.
Oleh sebab itu, Nani yang juga lulusan SMUN 1 Tegal pasti dapat pula diterima
kerja di perusahaan pak Subur.
4.
Hubungan Kausalitas
Hubungan
kausal adalah cara penalaran yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang
memiliki pola hubungan sebab-akibat.. Salah satu variabel (independen)
mempengaruhi variabel yang lain (dependen).
Contoh
:
·
Hubungan kepandaian dengan kekayaan (Diasumsikan kepandaian membuat orang bisa
kaya, dan sebaliknya karena kaya orang mempunyai biaya untuk belajar sehingga
pandai).
·
Kemarin Badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak. Pagi tadi istrinya pergi
ke apotek membeli obat. Karena itu, pasti Badu sedang sakit.
5.
Induksi Dalam Metode Eksposisi
Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana
isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian
dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan
ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi
informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian,
dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak
jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses
kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah
menyusun eksposisi:
•
Menentukan topik/tema
•
Menetapkan tujuan
•
Mengumpulkan data dari berbagai sumber
•
Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
•
Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
BERFIKIR
DEDUKTIF
Penalaran
Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum.
Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara
deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus
atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut
dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
Contoh
: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti
sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari
media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi
sosial dan penanda status social.
Penarikan
simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat
pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik
Simpulan secara Langsung
Simpulan
(konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang
ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.
Misalnya:
a. Semua
S adalah P. (premis)
Sebagian
P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua
ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian
yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
b. Tidak
satu pun S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak
seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
c. Semua
S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua
rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak
satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
d. Tidak
satu pun S adalah P. (premis)
Semua
S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak
seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua
harimau adalah bukan singa. (simpulan)
e. Semua
S adalah P. (premis)
Tidak
satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak
satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua
gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak
satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
Tidak
satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik
Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran
deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua
premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan.
Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua
adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk
menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis
(pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang sudah tahu,
umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana
adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa
jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
A. Silogisme
Kategorial
Yang
dimaksud dengan kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis
yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut
premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan
disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
Semua
manusia bijaksana.
Semua
polisi adalah bijaksana.
Jadi,
semua polisi bijaksana.
Untuk
menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis
mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia.
Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau
term penengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
Semua
manusia tidak bijaksana.
Semua
kera bukan manusia.
Jadi,
(tidak ada kesimpulan).
Aturan
umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a. Silogisme
harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
Semua
atlet harus giat berlatih.
Xantipe
adalah seorang atlet.
Xantipe
harus giat berlatih.
Term
mayor
= Xantipe.
Term
minor = harus giat
berlatih.
Term
penengah
= atlet.
Kalau
lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh:
Gambar
itu menempel di dinding.
Dinding
itu menempel di tiang.
Dalam
premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel di dinding, dan dinding
menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b.
Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan
simpulan.
c.
Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh:
Semua
semut bukan ulat.
Tidak
seekor ulat pun adalah manusia.
d.
Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh:
Tidak
seekor gajah pun adalah singa.
Semua
gajah berbelalai.
Jadi,
tidak seekor singa pun berbelalai.
e.
Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh:
f. Dari
dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh:
Sebagian
orang jujur adalah petani.
Sebagian
pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi,
. . . (tidak ada simpulan)
g. Bila
salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh:
Semua
mahasiswa adalah lulusan SLTA.
Sebagian
pemuda adalah mahasiswa.
Jadi,
sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.
h. Dari
premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu
simpulan.
Contoh:
Beberapa
manusia adalah bijaksana.
Tidak
seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi,
. . . (tidak ada simpulan)
B. Silogisme
Hipotesis
Silogisme
hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi
kondisional hipotesis.
Kalau
premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen.
Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulan juga menolak konsekuen.
Contoh:
Jika
besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi
dipanaskan.
Jadi,
besi memuai.
Jika
besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi
tidak dipanaskan.
Jadi,
besi tidak akan memuai.
C. Silogisme
Alterntif
Silogisme
alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternatif,
simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia
adalah seorang kiai atau profesor.
Dia
seorang kiai.
Jadi,
dia bukan seorang profesor.
Dia
adalah seorang kiai atau profesor.
Dia
bukan seorang kiai.
Jadi,
dia seorang profesor.
D. Entimen
Sebenarnya
silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai
premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang
dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
Semua
sarjana adalah orang cerdas.
Ali
adalah seorang sarjana.
Jadi,
Ali adalah orang cerdas.
Dari
silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena
dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa
contoh entimen:
Dia
menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan
demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga
dapat diubah menjadi silogisme.
Bab 3
Kesimpulan
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan
sejumlah konsep dan pengertian. Penalaran mempunya dua cara yaitu Penalaran
Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan
hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus. Penalaran Deduktif mempunyai beberapa jenis
terdiri dari Silogisme Kategorial, Silogisme Hipotesis, dan Silogisme
Alternatif.
Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Penalaran Induktif
mepunyai beberapa jenis terdiri dari Konsep Generalisasi, Hipotesis dan Teori,
Analogi, Hubungan Kausal,dan Induksi dalam metode ekposisi.
Daftar Pusaka
http://www.seputarpengetahuan.com/2014/12/pengertian-dan-metode-penalaran-menurut.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran#Metode_dalam_menalar
http://ilmanfadilah.blogspot.co.id/2015/03/makalah-bahasa-indonesia-2-penalaran.html
http://ilmanfadilah.blogspot.co.id/2015/03/makalah-bahasa-indonesia-2-penalaran.html
http://m-eko-febrianto.blogspot.com/2010/11/penalaran-deduksi-dan-induksi.html
http://ismayadefi.blogspot.com/2011/11/makalah-bahasa-indonesia-penalaran.html
Arifin, E. Zaenal
dan S. Amran Tasai. 2008.Cermat BerBahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo
Dimuat juga di: MAKALAH BAHASA INDONESIA: Berpikir Deduktif dan Induktif (versi file)
